Selasa, 09 April 2013




DRILLING ENGINEERING


  • Sejarah Perminyakan

Pengusahaan secara modern minyak bumi dunia terjadi pada saat pemboran minyak bersejarah yang dilakukan oleh Kolonel William Drake di Titusvile, Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun 1859, yang menemukan minyak pada kedalaman 69 kaki.
Pemboran minyak pertama di Indonesia telah dilaksanakan pada tahun 1871 di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat oleh seorang pengusaha Belanda benama Jan Reerink, namun sumur ini gagal menghasilkan minyak.
Titik balik Industri minyak di Indonesia terjadi ketika pada tahun 1885, A.J. Zijkler, seorang pemimpin perkebunan tembakau Belanda berhasil menemukan sumur Telaga Tunggal I yang bernilai komersial di daerah Telaga Said, Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Inilah yang menjadi titik pangkal pendirian perusahaan raksasa yang terkenal dengan nama The Royal Dutch pada Tanggal 16 Juli 1890. Segeralah berdiri pabrik penyulingan di Pangkalan Brandan dan pipa-pipa serta tangki-tangki dan kapal-kapal tanker. Pada Tanggal 1 Maret 1892 pabrik mulai berproduksi dan hasilnya mulai dijual dan bersaing di pasaran bebas dunia dengan Minyak Amerika, Rusia dan Cina.
Penemuan ini pada tahun 1902 melahirkan suatu perusahaan minyak Belanda yang bernama "Bataafsche Petroleum Maatschappij", disingkat B.P.M, yang kemudian lebih dikenal sebagai perusahaan SHELL, salah satu dari tujuh perusahaan minyak terbesar di dunia.
Hampir pada waktu yang sama di Jawa Timur beroperasi suatu perusahaan Belanda lain yang benama "Dordtsche Petrolewn Maatschappif' yang pada tahun 1893 melakukan pemboran sumur Ledok yang menghasilkan lapangan minyak Ledok. Perusahaan "Dordtsche" kemudian diambil alih oleh B.P.M
Sebelum perang dunia II meletus, pada tahun 1939, jumlah produksi minyakbumi Indonesia adalah rata-rata perhari adalah sebesar 170.000 barrel . Angka ini mulai menurun selama kurun waktu 1942-1948 menjadi dibawah 100.000 barrel perhari karena disebabkan peperangan-peperangan di Indonseia.
Setelah menyerahnya Jepang dan Lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, era baru Industri Perminyakan bagi Republik Indonesia dimulai, Tambang-tambang minyak yang tadinya dikuasai Jepang segera diambil alih. Tambang minyak yang pertama kali dikuasai oleh Republik Indonesia adalah tambang minyak Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, dengan upacara serah terima antara pihak Jepang dengan pihak Republik Indonesia.


  • Organisasi Di Rig




  • Jenis Rig

1.      Land rig
2.      Drill ship
3.      Swamp barge rig
4.      Jack up rig
5.      Platform rig
6.      Semi submersible rig



  • System Di Rig

Setelah dilakukan eksplorasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap pemboran. Terdapat lima komponen utama dalam tahap pemboran, yaitu : hoisting system (sistem angkat), rotary system (sistem putar), circulating system (sistem sirkulasi), Blow out preventer system (BOP sistem) dan power sysstem (sistem tenaga).


  • Hoisting System

Hoisting sistem adalah perlengkapan utama dalam sistem dan perlengkapan pemboran. Fungsi utamanya adalah mengangkat, menahan, dan menurunkan peralatan serta pendukung peralatan rotary pada rig. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu :
a.        Supporting Structure (rig), yang terbuat dari kerangka baja, yang terletak tepat di atas lubang pemboran. Struktur ini terdiri dari :
·           Drilling tower (derick atau mask)
·           Substructure, memberikan ruang bebas untuk dudukan BOP
·           Rig floor, memberikan ruang bebas untuk kegiatan pemboran

b.        Hoisting equipment, peralatan pengangkat ini berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan peralatan ke dan dari dasar sumur, yang terdiri dari :
·           Draw works
·           Crown blocks
·           Traveling blocks
·           Hook
·           Elevator
·           Drilling line




 

  • Rotating System

Rotating system (Gambar ) berfungsi untuk memutar drillstring selama operasi pemboran, sehingga daya yang dihasilkan oleh prime mover dapat ditransmisikan sampai ke bawah permukaan.
Rotating System ini terdiri dari :
a.        Rotary assembly, yang terdiri dari :
·           Ratary table
·           Master bushing
·           Kelly bushing
·           Rotary slips
·           Make up dan break out tongs
b.        Drillstem, menghubungkan rangkaian dari swivel sampai bit, yang terdiri dari
·           Swivel
·           Kelly
·           Kelly saver sub
·           Drillpipe
·           Drill collar
·           BHA (bottom hole assembly)
c.         Bit
Pada saat sekarang , penggunaan rotary table dan kelly sudah jarang, fungsinya digantikan oleh top drive.



  • Circulating system

Merupakan komponen utama lainnya dari peralatan pemboran. Peralatan ini berfungsi untuk memberikan service berupa penyediaan lumpur serta penyediaan sifat-sifat fisiknya selama perboran berlangsung, termasuk dengan peralatan conditioning equipment (Gambar 9).
Circulating system terdiri dari :
a.        Drilling Fluid, yang befungsi untuk :
·           Mengimbangi tekanan formasi (hidrstatik)
·           Mengangkat dan membersihkan cutting dari lubang bor
·           Mendukung kestabilan lubang bor
·           Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring
·           Menyediakan hydraulic horsepower pada bit
·           Media logging
b.        Preparation Area
Suatu tempat untuk mempersiapkan lumpur sebelum disirkulasikan ke dalam sumur, yang terdiri dari :
·           Mud house
·           Steel mud pits/tanks
·           Mixing hopper
·           Chemical mixing barrel
·           Bulk mud storage bins
·           Water tank
·           Reserve pit
c.         Circulating Equipment
Merupakan peralatan khusus untuk memberikan tenaga pada lumpur sehingga dapat masuk dan ke luar dari kepala sumur. Susunan dari peralatan ini adalah :

·           Triplex Pump
·           Surface Connection
·           Stand Pipe
·           Mud hose ke Drill String





d.        Conditioning Area
Merupakan tempat atau peralatan untuk mengembalikan kondisi lumpur setelah mengalami berbagai beban selama operasi pemboran berlangsung. Lumpur akan ditreatment sebelum masuk ke prefaration area, yang terdiri dari :
·           Shale shaker
·           Desander
·           Desilter
·           Degaser
·           Hydrocyclone

Power System
          Merupakan komponen yang memberikan sumber daya untuk mendukung terlaksananya semua proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Power system (Gambar 10) ini dapat dibagi menjadi :
·           Primary power source
·           Power transmision

Blow Out Preventer (BOP)
Peranan pendukung untuk pengontrol dan safety tekanan selama pemboran berlangsung. Peralatan ini berfungsi untuk menutup sumur bila terjadi kick atau sembur liar yang mungkin terjadi selama pemboran akibat masuknya gas/fluida formasi dan mengalir secara liar ke permukaan. BOP (Gambar ) ini terbagi menjadi :
a.        BOP Stack dan Accumulator, yang terdiri dari :
·           Annular preventer
·           Pipe ram preventer
·           Drilling spool
·           Blind ram preventer
b.        Supproting Choke dan Kill System, yang terdiri dari :
·           Choke manifold
·           Kill line



  • Fungsi Lumpur Pemboran
a. Mengangkat Cutting ke Permukaan
            Serbuk bor yang dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat  sebaiknya secepatnya diangkat ke permukaan, yang mempunyai pertimbangan effisiensi dan rate penetrasi. Keefektifan dari pengangkatan cutting ini tergantung dari faktor-faktor yaitu : Kecepatan fluida di annulus, densitas dan viskositas.

b. Membentuk Mudcake yang tipis dan licin
            Lumpur akan membuat lapisan zat padat tipis (mud cake) di permukaan formasi yang permeabel (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran yang masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk, yaitu cairan plus padatan yang menyebabkan padatan tertinggal dan tersaring). Cairan yang masuk kedalam formasi disebut filtrat. Mud cake dikehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak terlalu sempit dan cairan tidak banyak yang hilang.

c. Mengontrol Tekanan Formasi
            Tekanan fluida formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan di pemboran telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih kecil dari normal (subnormal), densitas lumpur harus diperkecil agar lumpur tidak masuk hilang ke formasi. Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari 0.465 psi/ft, abnormal pressure), maka barite kadang-kadang perlu ditambahkan untuk memperberat lumpur.

d. Cutting Suspension
            Suspensi serbuk bor merupakan kemampuan lumpur untuk menahan serbuk bor selama sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strength. Serbuk bor perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena jika mengendap kebawah akan mengakibatkan akumulasi serbuk bor dan pipa akan terjepit selain juga akan memperberat rotasi permulaan dan kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali. Gel yang terlalu besar dapat memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya pembuangan serbuk bor ke permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander atau shale shaker dapat membantu pengambilan serbuk bor/pasir dari lumpur di permukaan. Pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pipa, pompa, fitting dan bit. Untuk itu biasanya kadar pasir maksimal yang diperbolehkan adalah 2 %

e. Mendinginkan dan Melumasi Pahat dan Rangkaian Pipa
            Dalam proses pemboran, panas dapat timbul karena gesekan antara pahat dan rangkaian pipa yang kontak dengan formasi. Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul. Tetapi umumnya dengan adanya aliran lumpur maupun panas jenis (spesific heat) lumpur telah cukup untuk mendinginkan dan melumasi sistem sehingga peralatan tidak menjadi rusak dan memperpanjang umur pahat.

f. Menahan Sebagian Berat Drillstring dan Casing
            Pada saat memasukkan atau mencabut rangakain pipa bor, demikian pula saat memasukkan casing kedalam lubang bor yang berisi lumpur, sebagian berat rangkaian pipa bor atau casing akan ditahan oleh gaya keatas dari lumpur yang sebanding dengan lumpur yang dipindahkan. Bertambah dalamnya formasi yang dibor, maka rangkaian pipa bor serta casing yang diperlukan juga bertambah banyak sehingga beban rangkaian pipa bor serta casing semakin berat.Berat rangkaian pipa dalam lumpur akan berkurang sebesar gaya keatas yang ditimbulkan lumpur yang bersangkutan,

g. Mencegah Gugurnya Dinding Lubang Bor
            Lumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak mudah runtuh, sebab jika lubang bor itu kosong maka ada kemungkinan dinding lubang bor tersebut akan runtuh. Adanya kolom lumpur pada lubang bor akan memberikan tekanan hidrostatik yang mampu menahan gugurnya dinding lubang bor, terutama untuk formasi yang tidak kompak.

h. Media Logging
            Pelaksanaan logging selalu menggunakan lumpur sebagai media penghantar arus listrik dilubang bor. Selain itu juga peralatan logging selalu diturunkan saat lubang bor terisi oleh lumpur. Penerapan penggunaan jenis lumpur ditentukan dari kebutuhan di lapangan. Dari jenis-jenis logging yang ada (log listrik, log radio aktif maupun log suara), maka lumpur sangat berperan pada penggunaan log listrik.

i. Mendapatkan Informasi Sumur
            Pada operasi pemboran, lumpur biasanya dapat dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Hidrokarbon (HC) berdasarkan mud log. Selain itu juga dilakukan analisa cutting untuk mengetahui jenis formasi apa yang sedang dibor.

Tubular Product
Tubular product dalam industri perminyakan mewakili setiap pipa baja yang diturunkan ke lubang sumur minyak atau gas. Terdapat tiga jenis tubular product yang umum dipergunakan (lihat Gambar ) :
· Drill pipe
· Casing
· Tubing




1        Drill Pipe
Drill pipe digunakan untuk melakukan pemboran. Drill pipe berupa tubing tanpa las (heavy seamless tubing) berfungsi untuk mentransmisikan putaran top drive ke bit dan juga sebagai bagian peralatan sirkulasi lumpur. Setiap sambungan pipa panjangnya sekitar 30 ft.

2        Casing
Casing berupa pipa baja dengan panjang berkisar antara 16 sampai 34 ft, dengan diameter bervariasi dari 4,5 inci sampai 30 inci. Fungsi utama casing adalah menyekat lubang pemboran sehingga tidak terjadi hubungan antar formasi yang berdekatan, mempertahankan kestabilan lubang bor sehingga tidak gugur serta melindungi lingkungan dari pengaruh filtrat lumpur pemboran yang lolos di sekitar lubang. Umumnya dalam pemboran minyak/gas memerlukan beberpa tipe casing, yaitu :
· Conductor Casing
· Surface Casing
· Intermediate Casing
· Production Casing
3        Tubing
Tubing berupa tabung baja dengan panjang sekitar 20 – 34 ft dengan diameter bervariasi dari 1,5 – 4,5 inci. Tubing merupakan pipa terakhir yang diturunkan ke dalam sumur yang berada di dalam production casing. Fluida formasi diproduksikan ke permukaan melalui tubing yang sering disebut sebagai “production string”.




Penyemenan (Cementing)
Penyemenan atau cementing adalah sutau proses pendorongan bubur semen ke dalam lubang sumur melalui casing menuju annulus casing-formasi dan dibiarkan untuk beberapa saat hingga mengering dan mengeras sehingga dapat melekatkan casing dgn formasi.
            Tujuan penyemenan casing adalah:
  Melekatkan casing dengan formasi
  Mencegah terjadinya hubungan antar formasi
  Menjaga dari tekanan formasi yang berlebihan
  Mencegah korosi
  Mengisolasi zona berbahaya, agar pemboran dapat dilanjutkan.
Penyemenan dapat dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing dan secondary cementing. Primary cementing yaitu proses penyemenan casing pada pertama kali sedangkan Secondary cementing yaitu proses penyemenan untuk memperbaiki penyemenan pertama yang tidak sempurna (terdapat celah-celah yang tidak tersemen), menutup lubang perforasi, dan menutup formasi untuk membelokkan lubang pemboran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar