ASAL
MULA HIDROKARBON
Ada
dua teori yang mencoba untuk menjelaskan asal mula minyak bumi, yaitu teori
organik dan teori anorganik. Secara umum teori yang paling banyak dianut adalah
teori organik. Pada umumnya proses pembentukan minyak bumi melalui fasa-fasa
sebagai berikut :
Æ Pembentukannya,
yaitu :
-
pengumpulan zat organik didalam sedimen
-
pengawetan zat organik didalam sedimen
-
perubahan zat organik menjadi minyak bumi
Æ Migrasi
dari minyak bumi yang tersebar didalam batuan sedimen ke perangkap dimana minyak
berada.
Æ Akumulasi
dari tetes minyak yang tersebar didalam lapisan sedimen sehingga berkumpul
menjadi akumulasi yang mempunyai nilai ekonomis.
Lingkungan
Terdapatnya Minyak dan Gas Bumi
Hampir sebagian
besar minyak dan gas bumi diketemukan pada lapisan batuan pasir karbonat.
Sangat terbatas terbentuk batuan shale, batuan vulkanik, ataupun rekahan batuan
kasar (basalt).
Studi
pendahuluan meliputi geologi regional, yang menyangkut studi komparatif atau
perbandingan dengan daerah geologi lainnya yang telah terbukti produktif. Studi
ini mempertimbangkan formasi yang bisa dijadikan sasaran eksplorasi, struktur
yang dapat bertindak sebagai perangkap dan seterusnya.
Pada
umumnya lebih tebal lapisan sedimen didapatkan, kemungkinan ditemukannya minyak
bumi akan lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lebih tebal
lapisan sedimen itu, tentu lebih banyak lagi formasi yang dapat bertindak
sebagai reservoir maupun sebagai batuan induk. Lebih luasnya batuan sedimen
tersebar, akan lebih memungkinkan atau lebih leluasa kita mencari perangkap
minyak dan gas bumi.
Reservoir Minyak dan
Gas
Reservoir minyak dan atau gas yaitu batuan-batuan yang
berpori-pori dan permeable pada mana minyak dan atau gas bergerak serta
berakumulasi. Dan melalui ini fluida dapat bergerak kearah titik serap
(sumur-surnur produksi) dibawah pengaruh tekanan yang dimiliki atau yang
diberikan dari luar.
Suatu reservoir yang dapat mengandung minyak dan atau
gas harus memiliki beberapa syarat (petroleum system) yaitu :
1.
Batuan reservoir (reservoir rocks).
2.
Lapisan penutup (sealing cap rocks).
3. Perangkap reservoir (reservoir trap).
4. Batuan induk (source rock).
5. Migration route.
Petroleum System
Petroleum
System Processes
•
Generation
– batuan sedimen yang terendapkan karena pengaruh temperatur dan tekanan
mengubah material organik menjadi hydrocarbon.
•
Migration
– perpindahan hydrocarbon keluar dari batuan induk dan masuk kedalam batuan
reservoir kemudian terrjebak oleh trap.
•
Accumulation –volume hydrocarbon yang
bermigrasi ke dalam trap lebih cepat daripada kebocorannya sehingga hydrocarbon
terakumulai
•
Preservation
- Hydrocarbon yang tersisa didalam reservoir dan tidak altered oleh
biodegradation atau “water-washing”
•
Timing
– jebakan yang terbentuk sebelum dan selama hydrocarbon bermigrasi.
SISTEM PETROLEUM
Batuan Reservoir
Didefinisikan sebagai suatu wadah yang diisi dan dijenuhi minyak dan atau gas,
berupa lapisan berongga/berpori-pori. Secara teoritis semua batuan, baik batuan
beku maupun batuan metaforf dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi pada kenyataan
99 % batuan sedimen.
Jenis dari batuan reservoir ini akan berpengaruh
terhadap besarnya porositas dan permeabilitas. Porositas merupakan perbandingan
volume pori-pori terhadap volume batuan keseluruhan, sedangkan permeabilitas
merupakan kemampuan dari medium berpori untuk mengalirkan fluida dan sebagai
fungsi dari pada ukuran butiran, bentuk butiran serta distribusi butiran.
Disamping itu batuan reservoir akan mempengaruhi juga apakan phase fluida yang
mengisi pori-pori tersebut berhubungan atau tidak satu sama lainnya.
Batuan dapat dikelompokkan
menjadi 3 jenis, yaitu :
1.
Batuan beku, yaitu batuan
yang terbentuk akibat proses pendinginan magma.
2.
Batuan sedimen yaitu
batuan yang terbentuk hasil dari sedimentasi batuan lainnya (bisa batuan beku
atau batuan metamorf).
3.
Batuan metamorf yaitu
batuan yang mengalami proses metamorfosis akibat temperatur dan tekanan.
Klasifikasi batuan
Berikut
adalah gambar siklus batuan yang menunjukkan perubahan dari satu batuan menjadi
batuan yang lainnya.
Siklus batuan
Lapisan Penutup (Sealing Cap Rocks)
Minyak dan atau gas terdapat di dalam reservoir. Untuk
dapat menahan dan melindungi fluida tersebut, maka lapisan reservoir ini harus mempunyai penutup di bagial luar lapisannya.
Sebagai penutup lapisan reservoir biasanva merupakan lapisan batuan yang
rnempunyai sifat kekedapan (impermeabel), yaitu sifat yang tidak dapat
meloloskan fluida yarg dibatasinya.
Jadi lapisan penutup didefinisikan sebagai lapisa yang
bsrsida dibagian atas dan tepi reservoir
yang dapat dan menlindungi fluida yang berada di dalam lapisan di bawahnya.
Perangkap Reservoir (Reservoir Trap)
Merupakan unsur pembentuk reservoir sedemikian rupa sehingga lapisan
beserta penutupnya merupakan bentuk yang konkap ke bawah, hal ini akan
mengakumulasikan minyak dalam reservoir.
Batuan induk (source
rock).
Batuan
Induk merupakan batuan yang kaya akan material organik yang merupakan cikal
bakal dari terbentuknya hidrokarbo.
Migration route
Rute migrasi
yaitu rute yang dilalui hidrokarbon saat berpindah atau migrasi dari batuan
induk mmenuju batuan reservoir.
Berdasarkan mekanisme pendorongan yang menyebabkan
minyak dan/atau gas dapat bergerak ketitik serap (sumur produksi), maka
reservoir minyak dan/atau gas dapat dibagi atas :
1. Water
drive reservoir
2. Solution
gas drive
3. Gas cap
drive reservoir
4. Combinationdrive
reservoir
Geothermal (Panas Bumi)
Energi panas bumi, adalah energi panas
yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung
didalamnya. Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di
Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi
panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland
sekitar 70 tahun. Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga
minyak, khususnya pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain,
termasuk Amerika Serikat, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak
dengan cara memanfaatkan energi panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan
untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida
panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain
untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil
produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.
Energi Panas Bumi di Indonesia
Di Indonesia usaha pencarian sumber energi panasbumi pertama
kali dilakukan di daerah Kawah Kamojang pada tahun 1918. Pada tahun 1926 hingga
tahun 1929 lima sumur eksplorasi dibor dimana sampai saat ini salah satu dari
sumur tersebut, yaitu sumur KMJ‐3 masih memproduksikan uap panas kering atau
dry steam. Pecahnya perang dunia dan perang kemerdekaan Indonesia mungkin merupakan
salah satu alasan dihentikannya kegiatan eksplorasi di daerah tersebut.
Kegiatan eksplorasi panasbumi di Indonesia baru dilakukan
secara luas pada tahun 1972. Direktorat Vulkanologi dan Pertamina, dengan
bantuan Pemerintah Perancis dan New Zealand melakukan survey pendahuluan di
seluruh wilayah Indonesia. Dari hasil survey dilaporkan bahwa di Indonesia terdapat
217 prospek panasbumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari bagian
Barat Sumatera, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusatenggara dan kemudian membelok
ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survey yang dilakukan selanjutnya
telah berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga jumlahnya
meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76 prospek di
Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di Irian,
15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistim panas bumi di
Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur
tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang
(150‐225oC).
Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta
karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga
lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng
India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga
lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi
terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia.
Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah selatan dan
lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di
kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di kedalaman
sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan
proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di
bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang
dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang
dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas
magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih
kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan
terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih
dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera
terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih
dangkal.
Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan
kegiatan gunung api andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang
bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan
Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat andesitis‐basaltis
dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi
di ujung utara Pulau Sulawesi memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di
Pulau Jawa.
Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau
kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng
India‐Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang
sepanjang Pulau Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumbersumber panas
bumi yang berkaitan dengan gunung‐gunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan
bahwa sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim
patahan regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera, sedangkan di Jawa
sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol oleh sistim pensesaran
yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk karena
pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif
dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan
sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran
setidak‐tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya
porositas atau permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang
pada akhirnya menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih
besar dibandingkan dengan permeabilitas reservoir pada lapangan‐lapangan panas bumi
di Pulau Jawa ataupun di Sulawesi.